Apa Kata Mereka: Mahasiswa Indonesia di UK dalam Menghadapin Pandemi COVID-19
Sejak coronavirus ditetapkan sebagai sebuah masalah kesehatan dengan status pandemi oleh WHO pada bulan Maret lalu, mahasiswa di Indonesia perlu banyak beradaptasi dengan sistem kegiatan belajar mengajar kampus. Selain itu, kehidupan sosial sehari-hari mahasiswa pun berubah untuk menaati imbauan untuk melakukan physical distancing. Akan tetapi, apakah mahasiswa yang sedang menyelesaikan studi di luar negeri juga merasakan hal yang sama? Dalam artikel kali ini, penulis berkesempatan meliput perspektif dan pengalaman salah satu mahasiswa Indonesia yang sedang melanjutkan studi di University of Sheffield, Sheffield, Britania Raya.
Yuarsa Gumelar Sarwendo, mahasiswa master jurusan Master of Science in Management dan sekaligus ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Sheffield, berbagi pengalaman menjalani kehidupan dalam pandemi COVID-19 di kampus beliau. Beliau mengatakan bahwa kampus nya menerapkan kebijakan yang memudahkan mahasiswa untuk tetap dapat mengikuti kegiatan belajar-mengajar. Sebagai contoh, kampus memberikan opsi kepada mahasiswa untuk tetap tinggal di Sheffield atau pulang ke kampung halaman karena per bulan Maret, online teaching telah diterapkan. Contoh lainnya, kampus mengubah sistem penilaian semester saat ini. Nilai mahasiswa tidak akan lebih rendah dari semester sebelumnya. Kemudahan yang terakhir, tugas-tugas kuliah pun disesuaikan dengan situasi terkini.
Proses online teaching di Universitas Sheffield memanfaatkan suatu platform bernama Blackboard. Seluruh informasi, kebutuhan perkuliahan, video conference, dan juga kebutuhan dalam mengunggah ataupun mengunduh dokumen serta tugas, dapat terfasilitasi oleh platform tersebut. Semua hal terkait dengan mata kuliah dan akademik dapat langsung diakses di Blackboard.
Sementara itu, dari sisi nonakademik , pemerintah Britania Raya saat ini sedang menerapkan lockdown , dengan penegasan dalam pelaksanaan physical distancing. Langkah-langkah tersebut, seperti menjaga jarak dua meter antarindividu, pembatasan keluar hanya untuk belanja keperluan pokok serta dilakukan seminimal mungkin, berolahraga setiap hari, dan menghubungi layanan 111 untuk mereka yang memiliki gejala COVID-19.
Pada farmasi ataupun toko sembako (grocery store), jumlah orang yang dapat berbelanja dibatasi dan terdapat tanda setiap dua meter untuk antre di luar sambil menunggu giliran masuk (gambar 1). Akan tetapi, kebijakan physical distancing pemerintah masih sering dilanggar karena terdapat elemen masyarakat yang belum menanggapi secara serius imbauan tersebut. Sebagai contoh, di Sheffield sendiri masih terdapat beberapa orang berkelompok yang hanya kumpul dan berbicara di taman tanpa tujuan tertentu padahal sudah terdapat anjuran jelas dari pemerintah.
Gambar 1. Penerapan physical distancing di toko sembako.
Ka Yugi, panggilan akrab dari Yuarsa Gumelar, mengakui bahwa karantina dalam masa COVID-19 ini memiliki beberapa dampak buruk terhadap produktivitas. Hal ini disebabkan oleh tutupnya berbagai fasilitas umum di kampus, seperti perpustakaan. Rasa bosan dan bingung juga sering hadir ketika menunggu pemberitahuan lebih lanjut terkait kebijakan universitas.
Di lain sisi, kekompakan PPI merupakan hiburan tersendiri untuk Kak Yugi dan mahasiswa lainnya. Kegiatan yang mereka lakukan di kondisi saat ini, seperti bermain online games, mengunggah video-video lucu dan menarik, atau belanja bersama.
Sebagai penutup, Kak Yugi berpesan pada seluruh mahasiswa untuk sadar dan menahan diri dari ego. Untuk pembuat kebijakan, Kak Yugi berpesan untuk mempertegas kebijakan terkait Rasisme, karena orang Asia yang sekarang berada di Britania Raya sedang mengalami perilaku diskriminasi berbasis ras akibat pandemi ini, bahkan hingga mencapai mahasiswa Indonesia.
CIMSA
Empowering Medical Students
Improving Nation’s Health