CIMSA Debate Championship 2018 - SCOPE CIMSA UNSYIAH

CIMSA Debate Championship 2018 - SCOPE CIMSA UNSYIAH

image

CIMSA Debate Championship 2018

SCOPE CIMSA UNSYIAH

 

CIMSA Debate Championship 2018 merupakan aktivitas perdana yang dilaksanakan oleh Standing Committee on Professional Exchange (SCOPE) sebagai langkah konkret dalam meningkatkan pengetahuan mengenai SDGs. Untuk menggalakkan urgensi SDGs tersebut, CIMSA mengadakan CDC yang berorientasi terhadap permasalahan terkait SDGs sebagai topik debat atau motions-nya.

Peserta debaters yang mengikuti CDC sebanyak 17 tim, yang berasal dari beberapa institusi dan masyarakat yang berdomisili hanya di Aceh seperti, Universitas Malikussaleh, Universitas Al-Muslim, Universitas Serambi Mekkah, Abulyatama, Universitas BBG Get Sempena, SMA Methodist Banda Aceh, SMA N 1 Banda Aceh, dan Universitas Syiah Kuala. Bahkan ada pula debater yang berasal dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, sebanyak satu orang sebaagai teammate (partner debat) debater dari Universitas Malikussaleh, namun berkependudukan (terbukti melalui KTP) di Aceh. Sistem debat yang digunakan adalah British Parliamentary, tiap timnya terdiri dari 2 debaters. Sistem open debate sendiri memberi kesempatan untuk tiap debaters dari semua institusi, dengan mengesampingkan latar belakang pendidikan debaters, sehingga tidak ada batasan terkait umur dan jenjang pendidikannya. Open debate dengan sistem British Parliamentary yang turut mengundang juri luar masih jarang diadakan di Aceh, sehingga CDC menjadi wadah yang dapat meningkatkan kemampuan debaters di provinsi Aceh dalam menghadapi debate BP, baik siswa maupun mahasiswa.

CDC mendatangkan Adjudication Core (A-Core atau tim juri inti) yang sudah sangat berpengalaman di dunia English Debate- British Parliamentary (BP). A-Core CDC 2018 terdiri dari Agung Pratama Sinulingga sebagai Chief Adjudicator (CA) dari Universitas Sumatera Utara, Daniel Ronaldo Hutabarat sebagai Deputy Chief Adjudicator (DCA), juga dari Universitas Sumatera Utara, dan Muhammad Iqhramullah sebagai Deputy Chief Adjudicator (DCA) dari Universitas Syiah Kuala. Ketiga juri ini mempunyai wewenang penuh untuk menentukan motion dan match up pertandingan antar tim debat. CDC diselenggarakan pada 24 dan 25 Maret 2018 di Gedung F, Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala. Technical Meeting CDC diadakan pada hari sebelum CDC berlangsung yaitu pada 23 Maret 2018 di Center for Health Service Management (CHSM).

Tiap kali launching motion, juri juga memberikan gambaran maupun deskripsi motion (topik debat) untuk memperjelas motion yang diberikan. Hal ini juga semakin menarik di CDC karena menyerupai sistem debat nasional yang diselenggarakan oleh Kemerintek Dikti RI, National University Debate Champioship (NUDC). Pertandingan debat di luar Aceh pun juga semakin marak dengan menggunakan sistem Open Debate dan British Parliamentary. Dengan mengundang juri-juri dari luar juga, CDC ingin meningkatkan kualitas pengetahuan debat debaters Aceh sehingga dapat mempunyai gambaran yang lebih kritis terhadap motions yang disuguhkan. Motion yang dipersiapkan sangat berkaitan dengan workfield CIMSA, yaitu SDGs. Bahkan keempat poin yang difokuskan CIMSA sebagai ranah kerjanya, juga dikaitkan dengan motion CDC 2018. Motion-nya adalah this house (TH) regrets the trend of e-learning (Pemerintah menyesali tren pendidikan e-learning ─ SDGs poin ke-4), this house would (THW) prohibit all cultural practices in attempt to combat honour crime (Pemerintah hendak melarang praktek kebudayaan yang mencoba untuk membiasakan aksi kriminalitas yang tidak disadari SDGs poin ke-5), dan lainnya untuk babak penyisihan atau preliminary rounds. Ketujuhbelas tim tersebut bertanding dengan tiap ruangannya (chamber) berisikan empat tim. Untuk mengimbangi 17 tim agar menjadi kelipatan empat, maka CDC juga turut mengundang debaters yang ingin menjadi swing team. Dari 17 tim tersebut, terpilihlah 12 tim untuk pre-semifinal round, dengan motion, this house believes that (THBT) developed country should not employ skilled migrants from developing countries (Pemerintah percaya bahwa negara maju tidak sebaiknya memperkerjakan pendatang yang berkemampuan tertentu dari negara berkembang SDGs poin ke-8). Pada pre-semifinal round, 8 tim yang berhasil lolos untuk semifinal round. Delapan tim tersebut adalah M. Afi Ramadhan, Cut Puan Tiszani Pasha Munira, Munira Rezkina, Raudhatul Jannah, Wilsen Yungnata, Salsabila Mahdi, Syahnanda Putra dan Nabila Risti Rachmadi dari Universitas Syiah Kuala, Janice Liani Hudaja, Nathania, Nico Fernando Tan dan Clara Jesica dari SMA Methodist Banda Aceh, Ferdiansyah dan Azizul Amri dari Universitas Malikussaleh, lalu Fidella Novilya dan Annisa’fitri dari SMA N 1 Banda Aceh. Pada round ini, motion yang dikeluarkan adalah THW make provision to all chairman of social movement to work in government body (Pemerintah hendak membuat ketetapan untuk semua ketua pergerakan sosial untuk bekerja pada badan kepemerintahan ─ SDGs poin ke-10). Sesudah itu, sampailah CDC pada babak yang ditunggu-tunggu. Terdapat empat top teams, yaitu Wilsen Yungnata dan Salsabila Mahdi dari Universitas Syiah Kuala, Ferdiansyah dan Azizul Amri dari Universitas Malikussaleh, Nico Fernando Tan dan Clara Jesica dari Methodist B, dan Syahnanda Putra dan Nabila Risti Rachmadi dari Universitas Syiah Kuala. Babak Final ini membawakan motion yang sangat mengena bagi mahasiswa kedokteran dan polemik dunia kedokteran mengenai dunia pengobatan yaitu, this house believe would (THW) prioritise palliative care rather than surratice care for patients suffering from painful illness with a very low chance of recovery (Pemerintah hendak mengedepankan perawatan paliatif dari pada perawatan kuratif bagi pasien yang sudah sakit berat dengan harapan hidup yang yang sangat rendah ─ SDGs poin ke-3). Pada British Parliamentary Debate, pemenang tiap round-nya sangat ditentukan oleh kontribusi speaker dalam memberikan argumen dan mempertahankan statement tim.

Pemenang dari CDC, juara 1 diraih oleh Wilsen dan Salsabila, juara 2 oleh Nico dan Clara, dan juara 3 diraih oleh Ferdi dan Aziz. Best Speaker diraih oleh Salsabila Mahdi. para pemenang membanderol uang sebanyak Rp 1.500.000,00 bagi juara 1, Rp 1.000.000,00 bagi juara 2, dan Rp 700.000,00 bagi juara. Tidak lupa, hadiah untuk 1st Best Speaker yaitu uang sebanyak Rp 400.000,00. Tiap pemenang dan peserta juga diberikan sertifikat. Dengan adanya kegiatan CIMSA seperti ini, diharapkan atmosfer debat di Aceh semakin kompetitif, edukatif, dan kritis terhadap solusi terkait updated issues khususnya mengenai Sustainable Development Goals. So, speak up like a pro!

Hide

Lost your password? Please enter your email address. You will receive a link to create a new password.

Error message here!

Back to log-in

Close
Top